Navy Seal di Banjir Sapan

Oleh : Bayu Baruna


Perasaan campur aduk mendera Mas Oktavian seraya ia mengayuhkan dayung untuk melajukan perahu yang diawakinya. Disampingnya menumpang beberapa korban banjir yang sedang dievakuasi dari rumah-rumah yang sudah tenggelam. Salah satunya adalah seorang perempuan yang memegang bungkusan kain berisi bayi yang sudah meninggal akibatkan sang ibu yang sedang hamil mengalami keguguran. Sesekali matanya melirik ke arah bungkusan kain yang penuh bercak darah itu. Bulu kuduknya pun meremang, baru sekali ini ia mengeavakuasi seorang ibu dengan bayi yang sudah meninggal.

Ia merasa perutnya bergolak dan ingin memuntahkan isinya namun coba ditahan sebisanya. Dihirupnya udara dalam-dalam menghisap oksigen sebanyak mungkin untuk menenangkan pikirannya. Ia mengalihkan pandangannya ke arah lautan air di sekelilingnya. Tidak bisa dibedakan lagi jalur dibawah perahu yang berupa sawahkah, jalan atau mungkin sungai. Hamparan sawah berganti dengan genangan air tanpa batas tepian. Ia pun tak bisa memperkirakan kedalaman banjir itu, yang bisa lakukan hanyalah mereka-reka jalur yang mereka lalui dengan menggunakan dayung yang digunakan.

Mereka mencoba mencari daratan di tengah laatan air yang seperti tak berbatas. Akhirnya ditemukanlah sebidang daratan yang tak tenggelam oleh banjir. Tak lama kemudian dilakukanlah proses penguburan bayi sesuai agama Islam. Walau daratan tempat mereka mendarat tidak digenangi air tetap saja pada saat penggalian kuburan genangan air muncul, tetapi pada akhirnya proses penguburan dapat dilakukan walaupun dalam kondisi yang serba darurat.

Banjir besar yang melanda Bandung Selatan tahun 1998 telah menghentikan agenda latihan arung jeram yang biasa dilakukan Mas dan teman-temannya. Perahu karet yang mereka miliki semua dikerahkan untuk membantu evakuasi dan drop logistik di daerah banjir. Namun ia tak menyesal meninggalkan kesenangan berlatih arung jeram maupun meninggalkan kuliahnya beberapa lama demi panji-panji kemanusiaan.

Cukup banyak dari dampak banjir yang terjadi akibat banjir di daerah Sapan, Bandung Selatan ini. Perekonomin terhambat dikarenakan terputusnya jalur transportasi, kegiatan belajar-mengajar terhenti, sumber kehidupan berupa sawah tersapu oleh air dan banyak lainnya lagi. Suatu bentuk keperdulian seperti apa yang bisa dilakukan insan kampus dalam menyikapi bencana di sekitar mereka. Itulah yang ia diskusikan di kampus bersama rekan-rekannya.

Kinilah saatnya kampus menerjemahkan aspek Tri Dharma Perguruan Tinggi ke dalam tatanan praktis yang kesemuanya bermuara kepada aplikasi dimasyarakat Tak terlalu lama diskusi yang terjadi, diputuskanlah sesegera mungkin mengirimkan tim untuk bahu-membahu dengan sukarekawan lainnya.

Saat mereka tiba di lokasi banjir, beberapa Rukun Warga belum tersentuh oleh bantuan dari posko hingga malam hari dikarenakan lokasi yang cukup jauh dan banjir yang cukup dalam. Hanya dengan perahu karet tim sukarelawan bisa mencapai lokasi tersebut. Malam itu juga pengiriman bantuan berupa beras, mie instan dan beberapa kebutuhan pangan lainnya dilakukan. Bersama tiga rekannya Mas mengerahkan tenaga untuk bolak-balik mengirimkan bantuan dan mengevakuasi korban bila diperlukan. Ditemani hujan dan petir yang menyambar di langit, tim tetap semangat menjalankan tugas ini.
Menghindari petir yang menyambar-nyambar membuat mereka terbungkuk-bungkuk dalam melakukan pendayungan. Suasana gelap gulita terasa mencekam namun menjadikan perjalanan itu memberikan makna.

“Seperti mengemban misi penyergapan di Sungai Mekong” ujar Taufik yang mendayung disampingnya.

Yang lain tertawa dan mengandaikan perahu karet itu sebagai sebuah patroli Navy Seal yang menyusuri sungai dalam medan pertempuran di Vietnam. Lelucon dan kelakar cukup membantu menghangatkan suasana malam di tengah guyuran hujan yang membuat tubuh basah kuyup. Setelah malam yang melelahkan mereka beristirahat di rumah Ketua RW setempat untuk besoknya dimulai proses penyaluran bantuan kembali.

Total lama kegiatan bantuan yang dilaksanakan di Sapan memakan waktu dua minggu. Kegiatan bantuan dilapangan ditutup dengan pemberian kesehatan terhadap korban bencana banjir. Kegiatan dipusatkan di posyandu setempat dimana sebagian masyarakat ikut terlibat didalamnya.
Mas kerap tak kuasa menahan sedih bercampur rasa haru selama proses bantuan yang dilakukan. Selama dua minggu itu ia meresapi arti human value, satu istilah yang selama ini sering terdengar olehnya dalam percakapan sepeminuman kopi di kampus namun kadang seperti sebuah barang asing dalam kehidupan sehari-hari.

Terjun ke daerah bencana baginya merupakan suatu pengalaman luar biasa yang tidak terlupakan. Ia yakin muara dari berbagai kegiatan petualangan yang dilakukannya adalah respek terhadap sesama. Ia juga menyaksikan bahwa dengan kerjasama antar berbagai elemen di kampus, jikalau bersatu untuk suatu tujuan bersama tanpa mementingkan ego dan eksklusifitas maka efek dan hasil yang dihasilkan menjadi lebih maksimal. Mudah-mudahan kegiatan seperti ini dapat terus dipelihara dikemudian hari tanpa melihat konteks bencana semata tetapi mencakup aspek-aspek lainnya. Mas berjanji kapanpun ada jeritan kemanusiaan di daerah bencana yang memerlukan pertolongan, dirinya akan bergabung kembali dengan tim sukarelawan dari kampusnya. Walau mungkin saat itu dia telah lulus dan meninggalkan kesehariannya di kampus.

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer