Tourist of The Day

Oleh :  Rina Agustin
Perahu dan dayung mulai diturunkan, matahari perlahan merambah puncak gunung buligir, satu persatu kamipun keluar setelah meringkuk tidak lebih dari tiga jam. Gemuruh sungai yang dini hari tadi terdengar deras, kini berkurang dan sepertinya debitnyapun surut sedikit. Buih putih Cikandang terhampar didepan sana, siap dicumbui setiap lekuk alirannya.

Setelah jeda pengarungan cukup lama, kamipun sedikit gamang memulai pengarungan kali ini, “sepertinya ntar berlaku self safety deh…hahahah” canda mas setelah check satu persatu record pengarungan kami.
“Aku terakhir empat belas tahun lalu…”kata Bar2 santai.
“Kayaknya 2006an gitu….”jawab Diki ga pasti “tapi udah 6 atau 7 kali deh di sungai ini…”.
“Aku belum pernah sama sekali…”jawab Noor polos.
Aku sendiri meski pernah dalam kurun waktu lama mengakrabi sungai ini, tapi sudah sangat lama juga tidak turun pengarungan bareng mereka, mungkin “klik” yang aku butuhkan kali ini.

Saat mulai membaca kekuatan kami, maka aku setuju saja kalau kemudian Mas dan Diki dijadikan driver di masing-masing perahu pagi itu, selanjutnya dibagilah empat cewek dalam dua perahu dan bobot badan agar seimbang. Tentang teknikalitas tidak menjadi fokus lagi, karena sebagaian besar sudah melewati masa pembelajaran itu, tinggal mencari chemistry pengarungan di masing-masing perahu.

Sebelum kami saling memahami gerakan masing-masing, saat lima menit pertama, jeram Parakan Lobang sudah menanti, inilah sensasi pertama yang menguji kesiapan kami. Bentangan sungai terbagi menjadi dua aliran jeram yang diawali tebaran bebatuan merusak konsentrasi. Perahu pertama melaju melewati jeram kiri, dari kejauhan terlihat sedikit tersendat dan ternyata benar, hanya Opik yang masih tersisa di perahu sedang kelima lainnya terpelanting keluar perahu, tetapi perahu sendiri masih aman dan mereka bisa cepat kembali menguasai keadaan.

Kami di perahu kedua, berusaha tidak terpengaruh dengan kejadian itu. Setelah kode dari Diki untuk mengambil lintasan kiri, kamipun perlahan melajukan perahu menyibak bebatuan, sambil membaca satu demi satu aliran. Dititik yang tepat komando dayung maju, lalu stop dan dayung lagi, walaupun cukup menguras tenaga kami, memberikan sedikit sinyal sebuah awal pengarungan yang baik. Lalu jeram pertama itupun kami lewati dengan mulus.

Sebentar kamipun menepi, seketika tenggorokan terasa pekat kering, hingga harus membuka perbekalan hanya untuk berbagi meneguk air mineral.
“wooowww…ini baru pertama man!!! Masih banyak di depan sana….semangattt” seru Uloh tengil.Terasa sekali kekacauan tubuh ini yang lama tidak bergerak ekstrim.
“ada pelangi dimataku….” ujar Bar2 sedikit pucat.

Ternyata sinyal awalku tadi bekerja bagus kali ini, manuver –manuver selanjutnya dapat dibilang rapi, bahkan jeram-jerampun bisa kami kejar dengan aman. Meski sekali sempat tertahan di batu saat melewati jeram tapi tidak membuat masalah besar. Aku bisa merasakan keluwesan Diki memainkan teknik-teknik pengarungan, mengarahkan pendayung, membawa perahu mengejar puncak-puncak gelombang yang tidak berhenti sepanjang perjalanan.

Aku jadi ingat bagaimana awal-awal menularkan arung jeram ke mereka (Diki dan seangkatannya) dengan segala keterbatasan sarana tetapi dengan segudang semangat. Akhirnya mereka mampu menjaga semangat itu bahkan berusaha lebih, karena dengan mata dan telingaku sendiri aku sudah membuktikannya.

Ada satu hal baik yang aku temukan disini, Diki maupun Mas mencoba mentransfer pengetahuan mereka dengan sesekali menyebut istilah-istilah sungai seperti pillow, undercut, bahkan teknik-teknik seperti G-Stroke, Pivot dll. yang kurasa beberapa hal dulu belum sempat kutularkan kepada mereka. Bahkan Mas terlihat serius membahas jeram Negarawangi setelah mereka berhasil melewatinya, ini bagus karena disana juga ada beberapa anggota aktif yang perlu pengetahuan seperti itu.

Sebenarnya kesempatan seperti inilah yang harus dijaga, bahwa setelah para lulusan Pendidikan Spesialisasi Arung Jeram ke-1 berhasil sebagai provokator, memicu semangat untuk berarung jeram dan generasi kedua meneruskan dengan meningkatkan teknikalitas serta generasi berikutnya meningkatkan prestasinya. Maka selanjutnya adalah bagaimana mengembangkan idealisme itu, menularkan sensasi petualangan pada mereka yang awam bahwa siapapun bisa turun ke sungai, menikmati ayunan gelombang. Ini bukan hal yang berlebih, mungkin inilah salah satu wujud The Next Level yang sering kita serukan.

Dan kemarinpun saat pengarungan Cikandang, sebenarnya kita sudah mencobanya, karena diam-diam ada satu Tourist Of The Day… Meski bukan awam, hanya tidak dengan kesadaran sepenuhnya... (tong sasakali deui nyaak!!!)

Komentar

Postingan Populer