HANGATNYA DEKAPAN SANG DEWI ANJANI


Nun jauh disana terlihat sang dewi kokoh berdiri. Tatapan mataku seolah tak mau lepas menikmatinya, seperti seorang kekasih hati yang lama ditinggalkan dan bersua kembali. Ah aku rindu dekapannya, rindu dibuai indahnya bentuk lekukan badanmu, rindu akan sapaan penjaga-penjagamu yang dengan setia berada, rindu akan harumnya daun-daun dan berselimutkan humus-humusmu, rindu akan tempat pemadianmu, rindu akan ikan peliharaanmu yang nikmat disantap, oh aku rindu sekali tak tertahankan.

Inilah waktu kedua ku bersua dengan Sang Dewi, selalu ada kerinduan tak tertahan. Daya magic mu terlalu kuat menariku tuk kembali. Mungkin inilah yang dirasakan juga oleh teman-teman pendaki lainnya, selalu ada kerinduan tak tertahan tuk selalu melakukan perjalanan. Keletihan tak tertahankan, pun demikian semua keletihan sirna tatkala teringat dengan hangatnya pelukan-mu.

Kuingat perjalanan yang ku tempuh lumayan jauhnya, estafet Jakarta-Bandung-banyuwangi-Bali-Mataram menggunakan angkutan rakyat kereta api, disambung dengan bus menuju Denpasar, lalu elp pun mengantar sampai Padang Bai dilanjutkan dengan menaiki kapal fery menuju lembar dan selanjutnya menuju ke Mataram. Ditemani seorang sahabat karibku ku mantapkan diri tuk melakukan perjalanan ini (rencananya satu orang lainnya akan bertemu di mataram). Disaat menyebrang terlihat gerombolan backpacker bule yang kemungkinan sama tujuannya untuk menikmati indahnya pemandangan alam Lombok.

Sembalun yang merupakan salah satu pintu masuk menuju peristirahatan Sang Dewi, sama kondisinya seperti dulu pertama kujumpai tak banyak berubah, rumah ukuran tak terlalu besar senantiasa setia mencatat para petualang yang hendak bertemu Sang Dewi. Alang-alang tinggi rendah terhampar luas seolah menyambut para petualang mengucapkan salam selamat dating. Di kejauhan tampak Sang Dewi Kokoh duduk di singgasananya, siap tak ada henti untuk menerima tamu-tamunya yang hendak datang kepangkuannya.

Angin malampun berhembus sepoy-sepoy berusaha menusuk-nusuk tulang, tetapi pesona Sang Dewi di saat malam hari meruntuhkan dinginnya malam, seolah menjadi selimut bagiku. Oh alangkah hangatnya dekapanmu. Suara binatang-binatang malampun mengiringi malam melantunkan konser musik berirama sepanjang malam menemani malam-malam yang indah, laksana orchestra simponi malam. Tatkala fajar menyinari hari tak lupa dikau membangunkan tamunya mengingatkan tuk kembali melanjutkan perjalanannya. Suara decit burung-burung terdengar merdu.

Kuingat istilah tanjakan neraka yang sebelumnya pernah kujajaki. Tanjakan awal perjalanan yang tiada henti seolah tak ada ujung, butuh beberapa jam seingatku untuk menapakinya. Wajah-wajah letih para pendaki terlihat di raut muka dan ceceran keringat yang membasahi seluruh tubuh. Sekali Lagi pesona Sang Dewi seolah mematahkan kesemuanya. Ditemani pemandangan indah yang terhampar diatas dan dibawah, sepoyan angin menepuk-nepuk keletihan seolah merupakan pijatan khas tatkala pijatan itu berakhir seolah energy terkumpul kembali, perjalananpun kembali dapat dilanjutkan.

Pun juga dengan hewan-hewan piaraanmu, tak kalah sigap menyambut para tamu yang berdatangan di Plawangan sembalun. Laksana pasukan penjaga yang dikomandoi Hanoman dengan setianya kulihat mereka menjaga tempat ini, tak tersentuh waktu. Seperti kebanyakan adat orang timur, tak lupa mempersilahkan para tamunya untuk beristirahat malam sebelum melanjutkan perjalanan kembali untuk akhirnya bertemu dengan Sang Dewi. Disini terlihat betapa kokohnya kerajaanmu, Nun jauh disana terlihat adikmu duduk di singgasana yang berbeda, Ya Agung tampak kokoh, terlihat bersahaja setia menemanimu.

Perjalanan terkahir menuju kursi singgasanamu pun dilanjutkan, kebanyakan waktu antara tengah malam dan subuh yang dilakukan untuk menuju kursi singgasanamu tersebut, Ini dilakukan untuk menikmati indahnya matahari terbit “sunset” di kursimu. Perjalanan terakhir yang bertambah berat, tanjakan pasir yang panjang dan berdebu adalah suatu syarat yang kau tentukan sebelum menjabatmu disertai dengan jurang disebelah kanan dan lereng lumayan tajan di sisi kiri, jikalau tak melakukan aksi hati-hati resiko berat menanti. Belum lagi ditambah dengan semakin menipisnya kadar oksigen “O2”dikarenakan ketinggian yang bertambah, bagaimanapun itulah syarat yang kau tentukan. Pun demikian lagi-lagi pesona tuk mencapaimu demikian kuat, tak cukup kuat syarat yang kau berikan dibandingkan dengan pesona indahmu. Beberapa jam perjalanan merupakan bukan merupakan halangan melainkan merupakan kenikmatan yang tak terkira. Mungkin inilah merupakan juga salah satu sindrom. Akhirnya singgasanamu ada dihadapanku. Tak cukup besar memang, tetapi di tempatmu ku bisa rasakan dasyatnya pengaruhmu tidak hanya sampai kekaki-kaki bukit di bawahmu tetapi mengitari seputaran Pulau Nusa Tenggara Barat. Di ufuk timur terlihat betapa indahnya matahari terbit sambil sedikit malu-malu. Biru air tempat pemandian berwarna biru begitu kuat tuk di arungi. Deretan tebing-tebing yang mengitari tempat pemandianmu seolah melambai-lambai tuk di kunjungi pula. Hampir 2 jam lebih ku berdiri di tempat singgasanamu. Tak Lupa foto-foto dilakukan sebagai kenang-kenangan bersamamu. Ijin permisi untuk mencoba tempat pemandian pun tak lupa ku ucapkan kepada Sang Dewi.

Bagi sebagian besar pendaki pernjalanan menuruni bukit adalah suatu hal yang menyenangkan, tidak sepenuhnya benar bagiku, tenaga yang kurasakan terasa lebih besar tatkala menuruni bukit. Perjalanan berikutnya untuk mencapai pemandian Sang Dewi dilakukan dengan menuruni bukit. Butuh waktu beberapa jam untuk mencapainya. Indahnya tempat pemandian terkadang membuai para pendaki sepertiku. Tak sedikit para pendaki menghabiskan waktunya berhari-hari di tempat pemandian Sang Dewi tersebut, sayang waktuku terbatas, hanya sehari waktu yang kami punya tuk menikmatinya. Kuakui inilah salah satu tempat terbaik yang pernah kujumpai. Malam pun menghampiri, Seolah tak mau menurunkan service kepada tamunya, selimut hangat Sang Dewi pun melekat menutupi badanku, terasa hangat sekali.

Torean adalah pintu masuk atau keluar lainnya selain Senaru. Kamipun mencoba untuk melalui pintu ini. Pemandangan pemancuran-pemancuran air panas milik Sang Dewi terpampang di jalur pintu ini. Lukisan-lukisan tebing di kiri kanan yang tinggi menjadi saksi bisu dalam perjalanan yang kami lalui. Air terjun lumayan tinggipun kami jumpai, sungai-sungai kecil beberapa waktu menemani perjalanan ini. Indah sekali jalur pintu ini. Nuansa pemandangan berbeda kurasakan tak kalah dengan pintu masuk yang kulalui beberapa hari sebelumnya.

Akhirnya menjelang sore kami sampai di pintu keluar terakhir kerajaan Sang Dewi. Kulihat Sang Dewi tetap duduk disinggasananya tak bergeming sedikitpun sambil menatap kearahku. Lambaian tangannya mengisyaratkan jikalau ada kesempatan pintu kerajaanya selalu terbuka untukku. Untuk para petualang. Terima kasih sang Dewi, tak akan pernah kulupakan perjalanan ini, perjalanan menuju kediaman Sang Dewi Anjani.

Komentar

Postingan Populer