LAMBAIAN PARA WALI DI SUNGAI CIKANDANG

Udara pagi menusuk tulang-tulang seolah-olah menjadi jam weker yang sudah di-set untuk membangunkan kami. Ah segarnya udara pagi di desa ini, sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan kehidupan di Kota Bandung yang kujalani sepanjang hidupku. Kuingat kami tadi malam sebelum tengah malam tepatnya kami sampai di tempat ini, kantor Babinsa adalah tempat biasanya menjadi check point base camp kami untuk menginap jika melakukan kegiatan pengarungan di Sungai Cikandang, Garut. “Ipok-ipok” ujar K’Wawan sambil menggerakan tangan kanannya diputar-putar kearah mulut. Seolah tak dikomando tim pun nongkrong di warung terdekat untuk menikmati hangatnya segelas kopi dan secuil gorengan yang memang tersedia di warung tersebut. Tak lupa tim ibu-ibu PKK sekalian memesan makanan yang hendak kita santap beramai-ramai. Menu makan pagipun dengan lahap kami santap, kami sadar akan perlunya tenaga yang cukup untuk melakukan pengarungan yang biasanya memakan waktu sekitar 4-5 jam sudah termasuk istirahat. Persiapan pengarunganpun dilakukan, pengembungan perahu beserta alat-alat pengarungan, packing barang-barang yang akan dibawa disertai juga dengan membereskan barang-barang yang akan dititipkan di base camp. Meluncurlah bak batalyon pasukan yang akan menunaikan tugas suci di medan pertempuran.

Air terjun yang terbentuk menantang untuk dituruni. Pesonanya menebar magnet-magnet disekitar tempat itu. Batu sebesar rumah membuat suatu aliran yang mengakibatkan adanya turbulensi dibawahnya. Begitulah pemandangan yang terhampar didepan kami mengenai sungai yang akan kami lalui. Hanya ada satu jalur untuk mengarunginya, dari sisi sebelah kanan dan langsung menukik tajam menabrak dinding disebelah kiri, tak ayal jikalau bukan suatu yang ahli gulungan air dibawahnya akan menerkam seolah lapar menanti mangsanya. Tak diketahui apakah dibawahnya terbentuk suatu cerukan yang biasa disebut dengan undercut yang diakibatkan oleh tumbukan keras tanpa henti antara air dengan dinding sungai disebelah kiri. Kami hanya bisa memandang dan mengamati, sampai saat itu belum pernah water fall itu kami arungi, butuh persiapan khusus untuk itu. Pertimbangan berbagai sudut pandang resiko harus dipikirkan matang-matang, persiapan adalah kunci utama dari keberhasilan untuk mengarungi turunan itu. Yang kami bisa lakukan hanyalah mencoba simulasi dengan cara memasukan sepotong batang kayu sebesar badan manusia untuk mengetes jalur lintasan melewati turunan tersebut, kami terkesima tatkala batang kayu tersebut tergulung oleh desakan air dari arah atas menubruk dinding sungai disebelah kiri, Luar biasa. Suatu saat ujuarku dalam hati, suatu saat ku pasti kan kembali untuk mencobanya.

Saat itu adalah kegiatan latihan rutin operasional bidang operasional arung jeram Mahasiswa Pecinta Alam Palawa Unpad. Latihan yang dilakukan mengambil lokasi start pengarungan Sungai Cikandang, Pakenjeng Garut Selatan dan berakhir di laut selatan Jawa Garut Selatan. Dua tim terlibat dalam kegiatan pengarungan kali ini. Kolaborasi antara si tua dan si muda tergambar dari komposisi personel yang terlibat. Mulai dari angkatan 1991 sampai dengan angkatan 1999. Entah suatu kebetulan atau bukan dominasi dari personil yang terlibat dalah tengah-tengah diantara si tua dan si muda tadi. Ya angkatan Saba Halimun tepatnya 20 Desember 1995 adalah hari yang sakral bagi angkatan tengah-tengah tersebut.

Biasanya lokasi mulai pengarungan adalah melalui anak Sungai Cikandang itu sendiri, kurang dari 500 meter kemudian barulah pertemuan antara anak dengan ibu dari sungai tersebut terjadi. Tetapi pada saat itu diputuskan akan memulai pengarungan dari Sungai Cikandang kurang lebih sama 500 meter sebelum pertemuan dengan anak sungai, tepatnya dibawah jembatan pakenjeng setelah air terjun setinggi rumah. Sengaja kuarahkan lokasi permulaan dari sini dikarenakan ada satu jeram yang lumayan sulit dilakukan manuver cukup membuat hati menjadi ketar-ketir. Sampai saat pengarungan para personel yang turun di kedua perahu tidak ada yang pernah dan mengetahui jeram tersbut. Surprise pikirku pada saat itu. Pembagian tim perahu pun di lakukan, satu perahu diisi oleh semua angkatanku (Saba halimum) yang terdiri dari Aku, Ajo, Deden, Olive dan Asnur dengan pengemudi perahu aku sendiri sedangkan perahu lainnya diisi oleh personil K’Opik, K’Wawan, Dudi, Hani, Erwin dan Iwan dengan pengemudi perahu K’Opik. Tak lupa sebelum memulai pergerakan pengarungan dilakukan terlebih dahulu “stretching” dan dilanjutkan briefing dan pemanjatan do’a kehadirat Allah SWT.

Pengarungan pun dimulai, tak lupa pengingatan untuk berhati-hati selama pengarungan di lakukan satu sama lain. Seperti biasanya metode pengarungan yang dilakukan adalah river running artinya setiap memasuki jeram terjadi antrian satu-satu. Satu perahu measuki satu jeram perahu lainnya menunggu giliran berikutnya, jika perahu pertama telah melalui jeram maka dicarilah tempat berhenti berupa eddies untuk berjaga-jaga jikalau terjadi sesuatu di perahu kedua bisa berupa kejadian perahu terbalik,personil terjatuh dari perahu ataupun hal-hal lainnya. Perahu yang kutumpangi mendapat giliran untuk menjadi leader atau perahu pertama dikarenakan aku pernah mengarungi Sungai Cikandang ini sebelumnya. Tak lupa kuberi kode disetiap lintasan yang dilalaui terutama jika mendapatkan sesuatu hal yang harus keberitahukan kepada perahu kedua. Kode yang digunakan adalah menggunakan dayung dan tangan.

Tak berapa lama perahu kami pun mulai memasuki jeram yang dinanti, perasaan cemas, waswas, ketar-ketir tak hilang jua didalam hati. Dengan segenap kebulatan tekad perahu kuarahkan memasuki awal jeram. Sebelumnya tak lupa kuberi peringatan kepada awak perahu bahwa jeram didepan yang akan di masuki adalah suatu jeram yang kemungkinan besar hanya ada dua pilihan wrap atau flip. Siap-siap self rescue adalah jurus terampuh menghadapi situasi semacam itu. Sengaja aba-aba stop ku teriakan dengan harapan awak siap-siap menghadapi dua kemungkinan diatas tadi. “STOP SIAP-SIAP!!!” ujarku, posisi jeram bermula dari kiri sungai melaju ke bagian kanan sungai dimana ada tabrakan arus sungai kebatu yang lumayan besar menonjol diatas permukaan air ditengahnya. Tak sengaja bagian depan perahu menabrak batu sehingga membentuk momentum yang mengakibatkan perahu mengalami vivot bagian depan perahu menjadi dibelakang begitupun sebaliknya. Tak sepersekian detik dari itu dan tak sempat menahan napas dengan adanya momentum diatas posisi perahu belakang terjadi lagi hal yang sama membentur batu yang berada ditengah, lagi-lagi mengakibatkan vivot perahu sehingga posisi perahu menjadi normal kembali. Lolos dari jebakan flip atau wrap begitulah kejadian pada saat itu, tak terduga sama sekali bisa melalui jeram yang kuanggap sebelumnya hanya ada dua kemungkinan, flip ataukah wrap. Tak berselang lama pertemuan antara anak dan ibu sungai terjadi, bentukan sungai berupa bend menanti didepan, riak-riak gelombang mencoba mengombang-ambing perahu diakhiri dengan adanya tubrukan air dengan pinggir sungai diakibatkan oleh bend tadi turunan yang tak terduga yang jikalau perahu masuk dalam posisi miring tak urung gelombang air pun siap melahapnya. “STOP” perintah pun keluar dari sang pengemudi perahu dan tak berselang lama perahupun mendarat untuk persiapan rescue jikalau perahu dibelakang terjadi sesuatu. Akupun turun dari perahu dan langsung berlari menuju si jeram yang kutakuti tadi untuk memantau perahu berikutnya ketika memasuki jeram tersebut, sedangkan dua orang stand by diperahu dan dua orang lagi siap-siap untuk melakukan penyelamatan dengan tali. Tak berapa lama aku sudah sampai di jeram tersebut, kulihat pergerakan perahu yang di kemudikan oleh K’Opik bergerak dengan laju tak terkendali, miring ke kanan dan miring kekiri seolah-olah perahu bagaikan seekor banteng yang berusaha di jinakan untuk dikemudikan oleh pengemudinya. Sebelum mencapai jeram yang dirasa sulit untuk melakukan manuver tadi, perahupun menabrak batu dengan posisi miring, aduh terbalik nih pikirku dalam hati, tak berselang lama perahupun terbalik dengan posisi awak yang tercerai berai. Satu persatu awak perahu yang tercerai berai tadi kulihat mengikuti arus sungai, satu-persatu berusaha untuk menyelamatkan dirinya masing-masing, memang begitulah prinsipnya sebelum tahapan care terhadap orang lain keselamatan pribadi adalah yangharus diutamakan. selintas kulihat wajah-wajah pasrah terpangpang dihadapanku, timbul tenggelam para awak perahu kulihat pemandangan yang terhampar dihadapanku.

Reflek kuberlari menyusuri sungai untuk memberitahu tim rescue yang ada didarat untuk siap-siap melakukan penyelamatan. Tiga orang berhasil dikail menggunakan tali rescue, Erwin, Hani, dan K’wawan. Tali…tali..tali begitulah kata-kata setengah parau yang sempat kudengar dari mulut K’Wawan, Sambil tak kuasa menahan geli Deden dan Asnur yang berada tak jauh di dekatnya berusaha menarik tangan K’Wawan. Kulihat 2 orang masih memegang tali dipinggiran perahu tanpa kuasa untuk menaikinya, Dudi dan Iwan tepatnya. “Lepas..lepas saja perahunya dan langsung menepi” sahutku kepada Dudi dan Iwan pada saat perahu melewati kami. Tak berselang lama Dudi pun melepas tangannya dari tali dipinggiran perahu sedangkan Iwan mungkin diakibatkan oleh tidak merasa percaya dirinya apabila melepaskan tangan di tali pinggiran perahu tetap saja menempel dipinggiran perahu. Akupun langsung naik ke perahu disertai Asnur dan Olive untuk mengejar perahu berserta 2 awak yang sedang bergelantungan di tali pinggiran perahu. Beberapa menit kemudian perahu kami pun dapat mengejar perahu yang terbalik tadi. Kuperintahkan awak perahu untuk melakukan penyelamatan terhadap iwan dengan menaikan ke perahu kami sedangkan aku langsung berusaha untuk pindah ke perahu yang terbalik tadi. Baru kusadari bahwa aku lupa membawa tali pembalik perahu yang ditujuan untuk membalikan perahu jikalau perahu dalam kondisi terbalik. “Bodoh” umpatku dalam hati, tak lupa kuberi kode ke perahu sebelumnya agar menepi. “Apa yang harus kulakukan?” begitulah pikirku, kuarungi lintasan sungai dengan kondisi perahu terbalik tanpa dayung dan tali pembali perahu. Untungnya setelah beberapa ratus meter perahu melintasi sungai, perahu tersangkut di batu yang menonjol kepermukaan sungai dan suatu kebetulan juga dasar sungai masih bisa diinjak dengan kaki, dengan susah payah akhirnya perahupun bisa aku balikan kembali diiringi dengan penambatan perahu di pinggir sungai. Dengan Berlari akupun kembali menyusuri sungai kearah tempat kejadian tadi.

Setelah berhasil bertemu K’Wawan, dia pun bertanya bertanya “Barudak kumaha?” langsung itulah Baru kali ini aku melihat wajah panik sang mentor dimana selama berkegiatan bersama tak sekalipun raut yang teramat serius tergambar di wajah sang mentor, mungkin semua diakibatkan oleh beban angkatan yang paling tua yang terlibat di kegaitan ini atau mungkin juga dorongan kekhawatiran terhadap keselamatan para awak yang terlempar keluar dari perahu. “Selamat Kang, tetapi saya tidak melihat K’Opik” jawabku kepadanya. “Opik kumah?” begitu Tanya K’Wawan terhadapku kemudian. Tanpa komando akupun berlari kearah tempat terjadinya terbaliknya perahu (flip). Sepanjang berlari aku berfikir bahwa tidak melihat K’Opik selama penyelamatan, “mungkinkah K’Opik terbawa arus sungai didepan kami, ah kemungkinan kecil gumanku”. Sambil terus berlari kutemui beberapa anak kecil dopinggiran sungai. “Si Akang anu di payun miwarang pang manggilkeun akang” begitulah kata-kata yang keluar dari mulut salah seorang anak kecil tersebut. “Nuhun nya” jawabku terhadap si anak kecil tadi. Syukurlah gumanku dalam hati pasti itu K’Opik. Tak berselang lama akupun menemukan K’Opik dengan posisi di batu yang berada di teangah sungai tepat di jeram yang aku khawatirkan selama ini, persisnya tak jauh dari tempat terjadinya peristiwa terbaliknya perahu. Dengan tali lempar yang kubawa kucoba melempar tali kea rah K’Opik dan tanpa kesulitan K’Opik pun berhasil menepi ke tepian sungai.

Pun demikian Kondisi tim yang cukup kuat untuk melanjutkan perjalanan. Hanya kulihat hanya satu orang yang lumayan shock mengalami kejadian flip tersebut. Iwan baru pertama kali berarung jeram dan baru pertama kali pula merasakan high risk nya kegiatan ini. Satu catatan bahwa melewatkan proses yang sudah menjadi baku di outdoor activity yaitu masa bimbingan dan seterusnya adalah suatu kekeliruan. Technical dan mental building adalah harga yang tidak bisa ditawar dalam proses itu. Perjalanan pun dilanjutkan, karaktek unik dari Sungai Cikandang berupa jeram-jeram yang di hasilkan yang sebagian besar berada dikisaran grade III jikalau dalam kondisi air normal, derasnya arus sungai, dan relatif dangkalnya dasar sungai membuat sungai ini mempunyai ciri khas tersendiri yang membedakan dengan umumnya sungai-sungai di Jawa Barat. Pemandangan indah sepanjang sungai pun menambah nilai dari sungai itu tersendiri.

Pengarunganpun akhirnya berakhir. Dengan di jamu dengan gelombang pantai laut selatan Jawa, perahu pun menepi. Tak berkurang teriakan-teriakan dari kami ketika kami bermain di pantai seolah kesenangan yang kami rasakan belum berakhir. Dengan sedikit perjuangan akhirnya kami pun berjalan kearah truk yang telah kami sebelumnya untuk kembali ke base camp awal. Ditengah perjalanan menuju base camp deretan-deretan bentukan alam membentuk dekorasi alami bak lukisan tak ternilai harganya mencoba bertegur sapa dengan kami. Suatu hal yang membuat kami rindu tak tertahan untuk kembali menyapanya. Gurauan-guraun kecil semakin melengkapi perjalanan yang kami lalui. “Tadi malam saya bermimpi ketemu ama kakek tapi dia tidak berkata apa-pa” begitu ujar Iwan yang mengalami suatu pengalaman yang tak terlupakan dalam hidupnya, pertama kali berarung jeram disertai dengan hajaran Sungai Cikandang. Kamipun tak lupa terus member semangat jikalau diijinkan untuk mengutip kata-kata dari Abah Iwan “Tak ada tentara yang terlatih yang ada hanya tentara yang terus berlatih” begitupun dengan organisasi kita “tak ada Palawa yang terlatih yang ada hanya Palawa yang selalu berlatih”. Tak berselang lama ada ujaran “Untung Wali anu ngalambaikeun leungeun ka urang lain Kurt Kobain, jadi urang rada kalem” (Untung Para Wali yang melambaikan tangan kearahku bukan Kurt Kobain, jadi saya menjadi tenang) begitu kata-kata yang meluncur dari mulut K’Wawan menceritakan pengalamannya terbalik perahu dan terbawa arus sungai. Tak urung kami pun tertawa lepas terbahak-bahak apalagi kata-kata tadi desertai dengan raut muka serius yang menjadi patern dari K’Wawan.

Si Dogol latihan PALAWA…

Si Dogol latihan PALAWA…

Lari-lari tiap pagi

Jalan jongkok setengah mati

Si Dogol jadi kuat lagi

*) Terima kasih untuk K’Wawan yang menambah nuansa perjalanan selama ini yang kami lakukan bersama dengan gurauan-gurauan hiperbolanya disertai dengan bahasa gerak tubuhnya..

Komentar

  1. salam.. Wah menarik neh.. Mohon info dong buat budget, kontak operator rafting, transport.. Please email me to iwonk@ymail.com or.. Klo ke unpad bisa kontak siapa? Sy dr bandung jg..

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer