KEPENTINGAN VERSUS PRIORITAS




Terkadang dalam suatu pekerjaan kita sadar atau tidak sadar terjadi pasang surut dalam menjalankannya. Banyak faktor yang mempengaruhi hal diatas, faktor yang terbesar adalah faktor dari lingkungan perkerjaan itu sendiri yang bermuara kepada sudut pandang pelaksana pekerjaan. Tak jarang kepentingan lebih didahulukan dibandingkan dengan prioritas.
Dikutip dari Ary Ginanjar dalam bukunya ESQ (Emotional Spriritual Quotient) bahwa kepentingan tidak sama dengan prioritas. Kepentingan lebih bersifat mikro (diri sendiri) sedangkan prioritas bersifat makro (universe) yaitu mengarahkan kita untuk melaksanakan hal yang tepat. Prioritas juga lebih spesifik daripada efisiensi, yaitu mengarahkan kita untuk melaksanakan sesuatu yang benar. Prioritas bermuara dari prinsip, suara hati, kepentingan dan kebijaksanaan. Sebuah prinsip akan melahirkan kepentingan, dan kepentingan akan menentukan priorotas apa yang akan didahulukan.
Saya akan mengambil contoh dari beberapa kasus dalam penyelamatan suatu “accident” atau biasa dikenal dengan istilah SAR (Search and Rescue) dibeberapa kasus di Indonesia. Ketika terkabar adanya suatu kejadian kehilangan pendaki di suatu gunung “X” maka organisasi-organisasi outdoor activity mengirimkan wakilnya untuk membantu misi penyelamatan. Pertama yang dilakukan adalah membentuk struktur organisasi kegiatan dalam misi penyelamatan tersebut. Tak jarang kepentingan dari bawaan organisasi tersebut banyak bermain dalam kegiatan tersebut, sehingga melupakan prioritas dari misi penyelamatan tersebut yaitu membantu korban yang hilang. Sekecil apapun yang terlibat dalam struktur organisasi kegiatan penyelamatan ini, mempunyai andil terhadap keberhasilan penyelamatan korban. Tak jarang hal ini terjadi dan tanpa disadari bahwa kepentingan didahulukan daripada prioritas.
Direlasikan dengan pekerjaan yang kita jalani khususnya mengenai kelompok , maka kelompok para pekerja dibagi menjadi beberapa bagian yaitu :
  1. Kelompok sibuk pengisi waktu
Kelompok ini melakukan kegiatan sepele yang memboroskan waktu tetapi tidak penting. Kegiatan yang dilakukan biasanya tidak memiliki jangka panjang. Kelompok ini tidak tahu kemana akan melangkah, didalam pikiran mereka, mereka sudah mencapai tujuan hidup, namun ibarat orang yang berjalan ditempat, mereka tidak kemana-mana. Mengalir saja seperti air dan sibuk menyalahkan nasib. Kelompok ini juga selalu tampak sibuk, namun mereka tidak produktif sama sekali. Pekerjaan tanpa visi dan misi adalah perbuatan sia-sia.
  1. Kelompok pertengahan
Adalah kelompok yang melawan gelombang lautan. Pekerjaan mereka terus-menerus mengatasi krisis dari hari ke hari. Terus menerus mengerjakan masalah mendesak. Bekerja seperti ini biasanya lebih mudah karena masalahnya sudah jelas didepan mata dan tidak memerlukan visi. Lama kelamaan dia akan terperosok juga kedalam rutinitas pekerjaan yang kurang penting, tapi mendesak. Kelompok ini tidak akan cepat maju karena tidak memiliki visi dan inisiatif. Prinsipnya sedehana saja, selesaikan masalah-masalah yang timbul kemudian istirahat. Mereka tidak kemana-mana tetapi merasa dirinya sudah melakukan hal yang maksimal. Tidak ada kemajuan yang berarti karena tidak adanya visi yang kuat yang mengakibatkan mereka menjadi korban lingkungannya sendiri. Keluhan umum dari kelompok ini adalah “Saya sudah bekerja maksimal tetapi hasilnya begini-begini saja, kurang apalagi saya”.
  1. Kelompok pencapai tujuan
Adalah kelompok yang terdiri dari orang-orang yang memiliki tujuan hidup yang jelas.Setiap langkah yang diambil adalah pengejawantahan dari visinya. Kelompok ini selalu merencanakan langkah-langkah yang dibuatnya secara sistematis. Target jangka panjangnya telah dipecah-pecah menjadi tujuan jangka pendek, yang bisa dicapai secara realistis, dalam jangka waktu tertentu. Dia selalu mematuhi visinya, dan visi tersebut menjadi auto-pilot nya. Suara hati terus dihidupkan sebagai radar kecerdasan hati yang mampu mendeteksi mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan. Kelompok ini mampu menentukan skala prioritas berdasarkan visi, prinsip dan suara hati secara bijaksana.
(Ary Ginanjar dalam bukunya ESQ (Emotional Spriritual Quotient))
Semoga menjadi renungan bagi kita semua khususnya bagi saya pribadi, mau menjadi kelompok yang manakah kita…jawabannya ada di kita sendiri.

Komentar

Postingan Populer